Selasa, 13 Mei 2014

Kutilang.. Maafin aku ya!


Akun twitter : @ulvaprihartini

Lucy bersungut-sungut di depan cermin. Tangannya sibuk memutar badan, berkacak pinggang. Kemudian ia keluar kamar dengan membanting pintu. “Lucy, jangan banting pintu keras-keras,” omel ibunya dari dapur. Tidak ada jawaban. Lucy kini muncul di balik pintu dapur, “mama, kok aku kurus banget sih?” gerutunya. Masih dengan memanyunkan bibirnya, ia sedang mengaduk-aduk sup baso di mangkuk. “Mama gendut, papa gendut, adik juga,” gerutunya lagi, apa aku ini bukan anak kandung ya?” “huss, nggak boleh bilang gitu! Ya anak mama dan papa dong, masak anak tante Ria atau tante Wira?” ujar mamanya sambil menuangkan sup ke dalam mangkuk besar. Lucy mencicipi supnya, “pedes Ma, yuk kita tes DNA aja, sebel dibilang anak pungut sama Sandy, ihh nyebelin banget banget pokoknya Ma, masak dia bilang aku kayak tengkorak berjalan, kutilang, tiang listrik, beda sama mama papa”, cerocos Lucy. “Sandy cuma bercanda aja tuh, lagian pake tes DNA segala mahal tauuu,” ibunya menjawab santai. “Mamaa…” Lucy melangkah keluar dengan menghentakkan kedua kakinya. Ibunya hanya geleng-geleng kepala.
“Eh, kutilang, eh bukan, tengkorak berjalan, selamat pagi!” Sandy menyapa Lucy dengan suaranya yang khas. Lucy tidak menanggapi, ia melengos menuju tempat duduknya. Sandy yang tidak dihiraukan bergegas menuju tempat duduk Lucy. “Kenapa? Lagi sakit gigi ya? Cemberut aja!” goda Sandy. Lucy pura-pura mencari sesuatu di bawah kolong mejanya. Tidak menyahut. Sandy melanjutkan candaannya, “jelek tau, udah kurus cemberut lagi!” Lucy akhirnya mengeluarkan suara, “biarin yang jelek juga aku, bukan kamu kan?” ia kemudian keluar kelas dengan raut muka seperti api. Merah.  Sandy jadi terperangah menatap apa yang diucapkan Lucy barusan. Ia sama sekali tidak bermaksud membuatnya kesal, biasanya Lucy akan menanggapi dengan wajah sumringah, membalas ucapan Sandy Kali ini beda sekali. Sandy jadi ngeri, takut kalau kekesalan Lucy berkembang biak parah tak berujung.
Lucy kesal setengah mati pagi ini, pasalnya Sandy yang setiap hari menjahilinya membuat emosinya meledak-ledak, belum lagi tugas segunung yang diberikan Ibu Rasmita. Sandy memang terkenal dengan candaannya yang berlebihan terutama ucapannya yang nggak bisa disaring dulu. Bagi Lucy, Sandy itu adalah anak cowok paling ngeselin di dunia, setiap hari kerjaannya mengusili anak perempuan, terutama Lucy yang menurutnya dianggap lucu. Lucu dari mana coba? Kurus dibilang lucu? Dasar! Arghh..
“Halo? Oh iya, sama-sama, nanti ibu sampaikan, siapa namamu, nak? Sandy? Oh ya, selamat siang”. Sandy menutup telepon. Akhirnya, ia benar-benar menelepon Lucy, maksudnya ibunya Lucy. Ia mengatakan ingin bertemu dengan Lucy di taman basket pukul empat. Bersama teman-teman tentunya. Ia takut kalau-kalau ibunya Lucy tidak mengizinkan, jadi ia beralasan belajar kelompok di area terbuka.
Pukul empat sore, Lucy sebenarnya malas untuk pergi ke taman basket. Matanya masih mengantuk. Tidur siangnya benar-benar terganggu. Sekarang.. ia tengah duduk sendirian di kursi berpayung biru. “Lucy, maafin aku ya!” suara Sandy mengagetkan Lucy. Kini ia melihat Sandy dengan wajah kikuk. “Maaf sudah bikin kamu kesal, aku cuma bercanda. aku kagum sama tinggi kamu, aku juga pengen tinggi!” Sandy menunduk malu. Giliran Lucy menatap Sandy dengan bingung. Dasar pendek! teriak Lucy sembari menjitak kepala Sandy. “Tengkorak berjalan, tungguu!”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar