Ini
dia pengalaman kurusku
Bandung
dulu baru Jakarta
Senyum
dulu baru dibaca
hehe,
selamat menikmati J
Bicycle and Me @veniPNT
Waktu
itu pas pulang sekolah aku melihat pemandangan yang sungguh menggugah selera.
Sepeda yang masih kukayuh kupelankan. Di bawah terik matahari, aku bisa melihat
dengan jelas warna merah kecoklatan yang berada di sela-sela tulang iga itu.
Warnanya mengkilat karena minyak. Silau mata ini memandangnya. Aku begitu
menikmati pemandangan itu sampai ketika iga itu dibalik oleh seorang ibu-ibu
muda. Dia adalah ibu temanku. Rudiman, pemilik iga yang merah itu karena olesan
minyak tanah dan gesekan uang logam kuning 500 rupiah. Hari ini ternyata dia
benar-benar sakit. Merah bekas kerokan itu menjadi saksi bisu.
“Woy!
Iga bakar!” ledekku sembari menjulurkan lidah.
“Awas
kamu!”, umpatnya. “Kamu iga penyet!
Gepeng!” tambahnya.
Sepedaku
mendecit karena kurem mendadak. Sial! Tapi memang ini semua salahku karena aku
yang meledeknya duluan. Huft. Kugenjot sepeda dengan sekuat tenaga,meski
mungkin aku masih saja bisa dikalahkan dengan orang berlari. Tentu saja.
Tenagaku tak seberapa, karena hanya disokong oleh sedikit daging yang
menyelimuti tulangku. Orang yang melihatku akan mengalihkan pandangannya dengan
segera. Menurut mereka aku tak sedap dipandang dan orang yang berlama
memandangku hanya akan membuat mata katarak. *mode memelas : ON L.
Bahkan ada yang mengumpamakan aku sebagai manusia berduri. Itu karena tulangku
terlihat terlalu jelas, seperti hendak melompat alias menonjol. *parah!
Sepedaku
semakin melaju dengan cepat dan huaaaaa....! Aku lupa kalau setelah ini akan
ada jalan menurun! Dan remku blong. Perfect!
Ayam dipinggir jalan memandangku dengan khidmat sembari memberi hormat karena
kaos oblong yang kukenakan berkibar layaknya bendera. Saat kurasakan tubuhku
semakin ringan, kugenggam setang sepedaku dengan sangat erat. Aku takut kalau
aku juga ikut berkibar seperti kaos yang kukenakan. Sepeda ini meluncur dengan
cepat seperti tanpa membawa beban. Keringat dingin mulai membasaahi tanganku
ketika aku sampai di akhir jalan menurun. Sepedaku oleng karena aku tak mampu
mengontrolnya. Dan... Gdubraaaaakkk..........!!! Sepeda yang masih meluncur itu
mencium batang pohon di pinggir jalan dengan mesra. Aku pun dicampakannya.
Tergeletak tak berdaya di samping sepeda imutku.
Aku
terdiam sebentar. Merenungi diriku yang sial ini. Bukannya menahan kecepatan
laju sepeda, tubuhku ini malah menyokongnya. Menjadi faktor utama aku terkapar
di sini. Di atas tanah yang keras. Tentu saja. Hal ini karena tubuhku yang
begitu ringan dan aku yang tak bertenaga. Mungkin inilah nasib yang harus
kulalui *memelas :’(. Selain itu aku juga kerap dimarahi ibu karena selalu
gesit dalam menghabiskan makanan. Bahkan terkadang sehari aku bisa makan 6 piring.
Tapi tubuhku tak menunjukkan efek dari makanan yang kumakan, makanya ibu marah.
Katanya ibu rugi ngurus aku. Hmphh...
Tapi
aku juga lumayan bersyukur dengan tipe tubuhku ini. Sepedaku sudah 3 tahun
menjadi teman setiaku dan tidak pernah rusak. Terutama ban. Ban sepedaku selama
ini tak pernah ganti. Yupz tentu saja, semua ini karena sepedaku ini hanya
menopang beban yang begitu ringan. Makanya awet dan tetap bagus, kecuali karena
kecelakan ini. Ban sepedaku penyok. Tiba-tiba kepalaku berdenyut dan pandanganku
mengabur. Aku kemudian terlelap.
Aku
mendengar suara tangisan ibu. Astaga...! Ternyata tadi aku pingsan. Kemudian
aku mendengar dengan jelas ibu bersuara disela isak tangisnya.“Oalah nduk, cepet bangun. Nanti ibu beliin
kamu mi ayam 5 mangkok nduk. Huhuhu”
Mataku
segera terbuka! Ini baru namanya rezeki nomplok! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar